Kenali Perbedaan Cedera Kepala dan Cedera Otak Traumatik
Perbedaan cedera kepala dan cedera otak traumatik
KakaKiky - Pernahkah Anda mengalami benturan, pukulan, atau guncangan keras di kepala? Hal ini biasanya berakibat pada kondisi yang dinamakan cedera kepala. Cedera kepala, atau head injury, sering kali dianggap sebagai masalah sepele oleh sebagian orang. Namun, dampaknya bisa sangat serius, terlebih pada kondisi otak. Bahkan dalam situasi tertentu, cedera otak bisa berlanjut menjadi cedera otak traumatik, yang dalam dunia medis disebut juga dengan trauma otak atau TBI (Traumatic Brain Injury). Secara sederhana, cedera otak traumatik bisa dimengerti sebagai kondisi di mana terjadi gangguan pada kinerja otak Anda yang dapat dipicu oleh faktor eksternal dari kepala.
{getToc} $title={Daftar Isi}
Meskipun cedera kepala dan trauma otak
sering dianggap sebagai dua kondisi yang serupa, nyatanya terdapat perbedaan di
antara keduanya. Diperlukan diagnosis yang tepat dan menyeluruh dari dokter
spesialis bedah saraf (neurosurgeon) agar dapat menangani kondisi
penderita cedera kepala dan trauma otak. Mari simak pembahasan di bawah ini
mengenai perbedaan antara cedera kepala dan cedera otak traumatik. Anda juga
bisa mengunjungi situs milik klinik Chou Neuro Surgery, salah satu pusat bedah
saraf terbaik di Singapura, untuk mengerti lebih banyak terkait kedua kondisi
tersebut dengan cara klik di sini.
Cedera Kepala (Head Injury)
Cedera kepala adalah suatu kondisi di
mana kepala mengalami benturan atau trauma. Intensitas cedera ini dimulai dari
ringan, sedang, hingga berat, tergantung tingkat kesadaran penderita. Selain
benturan atau pukulan keras pada kepala, secara umum, cedera kepala bisa
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tabrakan, kepala terguncang saat
berolahraga, hingga terjatuh saat melakukan aktivitas sehari-hari. Dalam jangka
panjang, cedera kepala ternyata juga berpengaruh pada mental pasien dan
keluarga mereka. Diperkirakan ada sekitar 50 hingga 60 juta kasus cedera kepala
di dunia. Namun, sayangnya, jumlah penderita yang datang ke rumah sakit untuk
memeriksakan diri masih tergolong rendah, hanya sekitar 475-643 per 100 ribu
orang setiap tahun.
Trauma Otak (Traumatic Brain Injury)
Sementara itu, trauma otak adalah kerusakan pada otak yang terjadi sebagai akibat dari cedera kepala, seperti benturan keras pada kepala, sentakan hebat, atau sesuatu yang masuk menembus tulang tengkorak, yang membuat fungsi otak menjadi terganggu. Namun, tidak semua benturan di kepala selalu berakibat pada trauma otak. Beberapa hanya menimbulkan kerusakan pada tulang tengkorak. Dari sisi jumlah penderita, setidaknya ada 27 sampai 69 juta orang di dunia yang mengalami atau pernah mengalami trauma otak.
Jika dilihat dari sisi penyebab dan
bentuknya, cedera kepala maupun trauma otak punya beberapa perbedaan. Namun,
keduanya dapat dikategorikan sebagai satu kondisi yang sama ketika dilihat dari
klasifikasi, jenis, dan gejala. Kedua kondisi ini juga sama-sama bisa ditangani
oleh dokter spesialis saraf (neurologist) atau dokter spesialis bedah
saraf jika membutuhkan tindakan operasi.
Klasifikasi
Cedera kepala dan trauma otak dapat
diklasifikasikan ke dalam 3 jenis sesuai dengan tingkat kesadaran pasien, yaitu
cedera ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi ini didasarkan pada pengukuran Glasgow
Coma Scale (GCS), sebuah metode medis yang dipakai dokter untuk menilai
fungsi neurologis atau tingkat kesadaran pasien. Penghitungan dalam metode GSC
menggunakan rentang poin, dengan poin 3 (terendah) yang berarti pasien dalam
kondisi koma dan poin 15 (tertinggi) yang berarti pasien dalam kondisi sadar
secara penuh. Klasifikasi cedera kepala dan trauma otak dibagi menjadi:
- Cedera Otak Ringan (COR): GCS 14-15.
- Cedera Otak Sedang (COS): GCS 9-13.
- Cedera Otak Berat (COB): GCS 3-8.
Jenis
Pasien cedera kepala yang memeriksakan
diri ke dokter biasanya sudah mengalami salah satu jenis cedera kepala dan
datang dalam kondisi yang cukup parah. Beberapa jenis cedera yang sering
ditemukan oleh dokter, meliputi:
- Hematoma: penumpukan darah secara tidak wajar di
dalam pembuluh darah otak yang disebabkan oleh benturan atau pukulan keras.
- Perdarahan kepala: pendarahan yang terjadi secara tidak
terkendali di area sekitar otak (perdarahan subarachnoid) atau di dalam
jaringan otak (perdarahan intracerebral).
- Gegar otak (concussion): otak mengalami cedera atau gangguan
fungsi saat terkena benturan atau pukulan yang keras.
- Edema: cedera kepala terkadang bisa menyebabkan edema atau
pembengkakan pada bagian atau jaringan tertentu dari tulang tengkorak karena
banyak cairan di dalamnya.
- Fraktur tengkorak: adalah kondisi patahnya salah satu
atau lebih tulang dari delapan tulang yang membentuk bagian tengkorak, biasanya
terjadi akibat sentakan benda tumpul atau tusukan benda tajam.
- Cedera aksonal difus (diffuse axonal
injury): robeknya
serabut saraf penghubung otak (akson) yang terjadi saat otak bergeser atau
berputar di dalam tulang tengkorak.
Sedangkan untuk jenis trauma otak atau cedera otak traumatis, terdiri dari trauma otak terbuka (tembus) atau tertutup
(tidak tembus):
- Terbuka: terjadi ketika ada sesuatu, seperti
pisau, pecahan kaca, kayu, atau peluru, yang menembus tulang tengkorak, masuk
ke otak, dan merusak bagian otak. Dokter sering menyebut kondisi ini sebagai
cedera otak traumatis terbuka.
- Tertutup: terjadi ketika ada sesuatu yang
menghantam kepala Anda dengan cukup keras sehingga mengakibatkan otak
berguncang di dalam tengkorak, tetapi tidak sampai menembus ke dalamnya.
Kondisi ini sering disebut cedera otak traumatis tumpul.
Dalam banyak kasus benturan atau
pukulan, tulang tengkorak memang menjadi tameng pelindung bagi otak. Namun,
cedera atau trauma yang hebat, bahkan juga yang terkait dengan cedera tulang
belakang, bisa sangat berbahaya.
Gejala
Cedera kepala dan trauma otak memiliki
gejala yang hampir sama dan dapat bervariasi tergantung dari seberapa parah
kondisinya. Gejalanya bisa meliputi:
- Pusing dan nyeri hebat di kepala
- Mual dan muntah
- Hilang kesadaran
- Gangguan penglihatan dan pendengaran
- Tubuh lemas
- Kebingungan
- Perubahan perilaku secara drastis
- Susah tidur
- Sulit berkonsentrasi
- Hilang ingatan
Diagnosis dan Pengobatan
Dokter akan melakukan beberapa langkah
pemeriksaan kepala terlebih dahulu, sebelum kemudian memberikan rekomendasi
pengobatan terhadap pasien cedera atau trauma otak. Beberapa metode pemeriksaan
berupa:
- Tes neurologis: serangkaian tes yang dilakukan untuk
mengevaluasi fungsi sistem saraf pusat, terutama pada bagian otak, setelah
terjadi trauma atau cedera kepala.
- Tes pencitraan: CT scan atau MRI scan bisa menjadi
pilihan dokter untuk mendapatkan gambaran kondisi tulang tengkorak dan otak
pasien cedera kepala.
- Penilaian kognitif: tes diagnostik ini dipakai untuk
mengevaluasi kemampuan ingatan, berpikir, dan bernalar dari pasien.
Setelah pemeriksaan selesai dan hasil
diagnosis ditegakkan, dokter dapat memberikan beberapa rekomendasi pengobatan
yang termasuk di antaranya:
- Obat medis: obat-obatan seperti antidepresan, obat
anti kejang, diuretik, atau obat penenang bisa menjadi pilihan untuk mengatasi
kondisi pasien.
- Terapi: dokter mungkin juga akan meminta pasien untuk menjalani
fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, atau terapi okupasi tergantung
hasil diagnosisnya.
- Operasi: jika hasil evaluasi menunjukkan tingkat keparahan yang serius, dokter spesialis bedah saraf bisa memilih tindakan operasi untuk menghentikan pendarahan berat, mengangkat gumpalan darah, atau memperbaiki tulang tengkorak yang retak.
Cedera kepala dan cedera otak traumatik
adalah kondisi yang perlu diwaspadai. Namun, tetaplah tenang dan kenali
perbedaan maupun persamaan dari keduanya agar dapat memberikan pertolongan
pertama dengan tepat. Segeralah pergi ke dokter jika Anda mengalami beberapa
gejala di atas untuk mendapatkan penanganan medis yang sesuai.